Grabag TV, Stasiun Televisi dengan Konsep Arisan

Di sebuah pematang sawah, Anwar Sadat (38) tergopoh-gopoh mengganti baju seragam gurunya dengan kaus putih. Dia meletakkan tasnya dan mulai menata kamera di atas tripod. Kemudian, dia berdiri di depan kamera tersebut dan mulai berkata-kata seperti layaknya seorang presenter televisi. Dia mengakhiri perkataannya dengan kalimat, "Demikian saya melaporkan untuk Grabag TV...."

Itulah sepetik adegan dari tayangan tentang profil Grabag TV, sebuah stasiun televisi komunitas yang berkantor di Desa Grabag, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, tepat di lereng Gunung Andong. Sejak berdiri tahun 2004, Grabag TV dioperasikan oleh 10 warga Desa Grabag. Kesepuluh orang yang bekerja sebagai layaknya kru stasiun televisi ini bekerja sukarela tanpa dibayar. Mereka berasal dari latar belakang profesi yang berbeda-beda, mulai dari petani, sopir truk, dan juga guru, seperti yang dilakoni Anwar.

"Setiap orang yang terlibat di sini, apa pun jabatannya, terkadang harus bisa bertugas melakukan syuting sendiri, editing sendiri, dan dalam adegan Pak Anwar tadi, yang di-shoot bahkan adalah sawah miliknya," ujar Supriyanto (44), penanggung jawab utama Grabag TV sambil terbahak.

Tayangan di Grabag TV benar-benar mencerminkan aktivitas keseharian dari mereka yang aktif terlibat dalam Grabag TV. Sesuai dengan labelnya sebagai stasiun televisi komunitas, Grabag TV yang berslogan "Dari Warga oleh Warga untuk Warga" ini juga mengandalkan dukungan peralatan dari "komunitas" atau orang-orang yang terlibat di dalamnya. Jika dibutuhkan, kamera handycam yang sebenarnya merupakan milik pribadi awak televisi, bisa dipinjam dan digunakan untuk keperluan siaran Grabag TV.

Tidak hanya itu, stasiun televisi ini juga sangat minim pendanaan. Stasiun televisi ini setiap bulan mendapat sumbangan dari aktor Dedi Mizwar sebesar Rp 500.000, serta sumbangan warga atau berbagai pihak lain. Uang yang terkumpul habis untuk membayar listrik dan berbagai kegiatan lain seperti membeli kaset rekaman.

Dengan begitu, pendanaan berbagai kegiatan lain seperti mengundang narasumber atau kelompok kesenian yang akan pentas dan tampil di televisi, terpaksa memakai kocek pribadi dari si empunya ide acara.

"Mengingat kondisi tersebut, maka penayangan program acara digawangi oleh berganti-ganti orang. Ibaratnya, ini seperti menanti giliran dapat uang arisan," ujarnya.

Stasiun televisi Grabag TV didirikan oleh Hartanto, dosen Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang bertempat tinggal di Desa Grabag. Menyadari posisi Desa Grabag yang menjadi daerah blank spot, sulit menangkap siaran televisi manapun, dia pun tergerak membuat siaran televisi komunitas. Keinginan ini menguat karena Pemerintah Desa Grabag memiliki sebuah pemancar. Pemancar ini merupakan pemberian Pemerintah Kabupaten Magelang, dengan maksud agar dapat digunakan untuk me-relay tayangan TVRI.

Maka, mulailah Hartanto bekerja sendiri. Dia mengambil gambar, mengedit, menayangkan siaran, dan menontonnya sendiri. Setelah satu kali berhasil, dia pun mengajak warga lain untuk bergabung. Pada tahun 2008, Grabag TV pun mendapatkan izin penyiaran pada frekuensi 5 VHF. Grabag TV menayangkan program acara televisi setiap Senin, Rabu, dan Jumat. (regina rukmorini)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

1 Response to "Grabag TV, Stasiun Televisi dengan Konsep Arisan"

  1. msdani says:
    10 November 2009 pukul 01.49

    wah jebulnya di magelang jg ada stasiun TV yo hehehe...

    acaranya meragukan ndak ya :D,,...

    oya ndro.., pasang shoutmix ben konco2mu iso nulis psen singkt kro iso menngkatkan pagerank..

    http://www.shoutmix.com

Posting Komentar